Minggu, 31 Agustus 2008

I Love U, JK (yeah, rite!)...

Ini adalah penghinaan terbesar dalam hidup saya...*sigh*... Sebagai seseorang yang sombong, sebagai lelaki (yang sombong), bahkan sebagai warga negara (yang juga sombong)... Suatu hari penghinaan ini harus terbalaskan. Semoga Tuhan segera mencairkan dendam ini...*sigh*...

Memutuskan untuk menjilid proposal sambil shalat Jumat di luar kantor, saya temukan lalu lintas Bandung jauh lebih macet dari biasa. Rupanya sang wakil presiden beserta rombongan 20 lebih kendaraan sedang melakukan kunjungan ke kota ini. Seorang polisi menahan laju motor saya di bilangan Pasteur hingga iringan panjang tersebut lewat. Saya menanti dengan perasaan was-was, memperhatikan gerak-gerik polisi tersebut. Bagaimana lagi... tak ada SIM, 2 tahun pajak STNK belum bayar, plus plat nomor belakang buntung.

Kemudian semua berjalan tidak lancar. Dari mulai warna biru pada printer yang tidak muncul, sampai hujan yang membuat saya terlambat kembali ke kantor. Bla, bla, bla... akhirnya saya kembali jam tiga. Lagi-lagi macet tidak ketulungan. Tapi tidak apa. Dalam hati, tidak boleh ada yang membuat saya marah hari ini. Ramadhan akan tiba beberapa hari lagi. Aih...

Kemudian iblis memenangkan pertempuran batin sore itu. Beberapa puluh meter dari gerbang kantor terlihat banyak Paskhas Angkatan Udara dan polisi anti huru-hara berjaga-jaga. Beberapa mobil patroli memblokade jalan. Dalam hati, apa kesalahan saya kali ini?

Ternyata mereka bukan diperintahkan untuk menangkap saya karena tidak punya SIM, atau terlambat membayar pajak jalan atau plat nomor yang buntug setengah. Tidak. Bukan itu.

Rupanya, tidak ada yang boleh keluar-masuk kantor karena rombongan RI-2 akan berkunjung. Termasuk saya! Saya tidak diperbolehkan masuk kantor karena rombongan JK akan berkunjung. Karena rombongan wakil presiden akan berkunjung, saya yang kepalang sedang berada di luar area, tidak boleh kembali masuk kantor. Atas nama keamanan, saya yang siang itu berada di luar kantor, tidak boleh kembali masuk karena rombongan pejabat akan berkunjung. Karena para pejabat akan berkunjung ke kantor saya, saya yang sedang berada di luar kantor tidak boleh masuk dahulu!

Setelah menenangkan diri sejenak, berisitghfar 3 kali, menurunkan tensi, saya memutuskan untuk memarkirkan motor di sebuah halaman kantin. Motor saya tinggalkan beserta helmnya, lalu berjalan kaki menuju kantor. Punggung saya tegakkan, langkah tegap berirama, mata lurus ke depan. Dalam hati, coba saja siapa yang berani...

Mungkin karena potongan rambut pendek, celana panjang warna coklat polisi, disertai rompi hitam yang saya kenakan, para polisi dan tentara itu terlihat segan untuk menghentikan saya. Mata mereka sesekali melirik segan. Hentikan atau jangan. Hentikan atau jangan. Mungkin dalam hati mereka bertanya-tanya, saya ini seorang atasan polisi, kah?

Langkah demi langkah terus dilalui hingga akhirnya gerbang kantor terlewati. Tapi, rupanya perasaan menang terlalu cepat muncul. Damn! Di kejauhan, seorang petugas keamanan meminta saya untuk berjalan lebih ke tepian karena rombongan JK tidak lama lagi datang. Padahal, saya sudah berjalan di atas trotoar! Damn!!

tak ada artinya meminta maaf
tanpa disertai penyesalan
tak sempurna memaafkan
tanpa mengembalikan keakraban

Selamat menunaikan ibadah shaum Ramadhan
Maafkan saya lahir dan batin

"Never trust a beautiful woman... especially one who's interested with you."
[Magneto, X Men 2]

I Love U, JK (yeah, rite!)...

Ini adalah penghinaan terbesar dalam hidup saya...*sigh*... Sebagai seseorang yang sombong, sebagai lelaki (yang sombong), bahkan sebagai warga negara (yang juga sombong)... Suatu hari penghinaan ini harus terbalaskan. Semoga Tuhan segera mencairkan dendam ini...*sigh*...

Memutuskan untuk menjilid proposal sambil shalat Jumat di luar kantor, saya temukan lalu lintas Bandung jauh lebih macet dari biasa. Rupanya sang wakil presiden beserta rombongan 20 lebih kendaraan sedang melakukan kunjungan ke kota ini. Seorang polisi menahan laju motor saya di bilangan Pasteur hingga iringan panjang tersebut lewat. Saya menanti dengan perasaan was-was, memperhatikan gerak-gerik polisi tersebut. Bagaimana lagi... tak ada SIM, 2 tahun pajak STNK belum bayar, plus plat nomor belakang buntung.

Kemudian semua berjalan tidak lancar. Dari mulai warna biru pada printer yang tidak muncul, sampai hujan yang membuat saya terlambat kembali ke kantor. Bla, bla, bla... akhirnya saya kembali jam tiga. Lagi-lagi macet tidak ketulungan. Tapi tidak apa. Dalam hati, tidak boleh ada yang membuat saya marah hari ini. Ramadhan akan tiba beberapa hari lagi. Aih...

Kemudian iblis memenangkan pertempuran batin sore itu. Beberapa puluh meter dari gerbang kantor terlihat banyak Paskhas Angkatan Udara dan polisi anti huru-hara berjaga-jaga. Beberapa mobil patroli memblokade jalan. Dalam hati, apa kesalahan saya kali ini?

Ternyata mereka bukan diperintahkan untuk menangkap saya karena tidak punya SIM, atau terlambat membayar pajak jalan atau plat nomor yang buntug setengah. Tidak. Bukan itu.

Rupanya, tidak ada yang boleh keluar-masuk kantor karena rombongan RI-2 akan berkunjung. Termasuk saya! Saya tidak diperbolehkan masuk kantor karena rombongan JK akan berkunjung. Karena rombongan wakil presiden akan berkunjung, saya yang kepalang sedang berada di luar area, tidak boleh kembali masuk kantor. Atas nama keamanan, saya yang siang itu berada di luar kantor, tidak boleh kembali masuk karena rombongan pejabat akan berkunjung. Karena para pejabat akan berkunjung ke kantor saya, saya yang sedang berada di luar kantor tidak boleh masuk dahulu!

Setelah menenangkan diri sejenak, berisitghfar 3 kali, menurunkan tensi, saya memutuskan untuk memarkirkan motor di sebuah halaman kantin. Motor saya tinggalkan beserta helmnya, lalu berjalan kaki menuju kantor. Punggung saya tegakkan, langkah tegap berirama, mata lurus ke depan. Dalam hati, coba saja siapa yang berani...

Mungkin karena potongan rambut pendek, celana panjang warna coklat polisi, disertai rompi hitam yang saya kenakan, para polisi dan tentara itu terlihat segan untuk menghentikan saya. Mata mereka sesekali melirik segan. Hentikan atau jangan. Hentikan atau jangan. Mungkin dalam hati mereka bertanya-tanya, saya ini seorang atasan polisi, kah?

Langkah demi langkah terus dilalui hingga akhirnya gerbang kantor terlewati. Tapi, rupanya perasaan menang terlalu cepat muncul. Damn! Di kejauhan, seorang petugas keamanan meminta saya untuk berjalan lebih ke tepian karena rombongan JK tidak lama lagi datang. Padahal, saya sudah berjalan di atas trotoar! Damn!!

tak ada artinya meminta maaf
tanpa disertai penyesalan
tak sempurna memaafkan
tanpa mengembalikan keakraban

Selamat menunaikan ibadah shaum Ramadhan
Maafkan saya lahir dan batin

"Never trust a beautiful woman... especially one who's interested with you."
[Magneto, X Men 2]

Rabu, 13 Agustus 2008

Gundul Pacul

Akhirnya...
Setelah berjibaku dengan "the man on the mirror", si gua, saya, a.k.a Andi Eriawan, memutuskan untuk... MENGGUNDULI KEPALA.

Tiga tahun dalam masa gondrong, memaksa saya untuk keramas hampir tiap hari. Padahal, pada dasarnya, saya adalah orang yang... jarang mandi. Ini bukan saya, saya pikir. Pantas saja saya merasa ada yang keliru. Meski, tentu saja, rambut saya bebas dari kutu.

Jadilah, seminggu kemarin saya digunduli.

Mutilasi rambut dimulai dengan penuh khidmad, pada mulanya. Diawali tekad baja dari rumah, hati saya tiba-tiba gentar sewaktu memasuki sebuah barbershop di kawasan dekat Taman Lalu Lintas, Bandung. Bagaimana tidak?! Sewaktu kaki melangkah masuk, saya tidak hanya disambut hembusan pendingin ruangan, tapi sapaan seorang makhluk manis bernama perempuan. Untuk sesaat saya hanya berdiri mematung, mungkinkah saya salah masuk salon?

Setelah melihat beberapa pelanggan lelaki mengantri, akhirnya saya sadar bahwa barbershop tersebut memang diperuntukkan khusus lelaki, tapi si tukang cukur adalah seorang cewek manis. Sendiri. Aih, malu untuk mengakui. Dalam hati, saya tidak jadi digunduli. Karena itu, sambil menunggu giliran, saya buka beberapa majalah.

Gaya rambut F4, Kangen Band atau Duran-Duran, ya?










Satu jam berlalu. Saat nyaris kesabaran habis, akhirnya tiba juga giliran saya. Saya berdiri dengan gagah. Dalam hati, gaya rambut Tony Leung dalam Infernal Affair menjadi pilihan pertama.

Kaki saya melangkah menuju kursi dengan dada berdebar, seperti terpidana mati menuju tempat duduk yang bisa disetrum. Satu, dua. Lalu tiba-tiba pintu barbershop terbuka dan seorang laki-laki masuk.

"Papa, lama sekali, sih."
"Tadi macet, Ma."

Lelaki itu beralih pada saya, mempersilakan duduk. "Mau dipotong gimana, Mas?"

Dipotong leher kambing!

"Gundul," jawab saya mantap.










“Just cause you wear sunglasses don’t mean you’re blind, ese…”

Gundul Pacul

Akhirnya...
Setelah berjibaku dengan "the man on the mirror", si gua, saya, a.k.a Andi Eriawan, memutuskan untuk... MENGGUNDULI KEPALA.

Tiga tahun dalam masa gondrong, memaksa saya untuk keramas hampir tiap hari. Padahal, pada dasarnya, saya adalah orang yang... jarang mandi. Ini bukan saya, saya pikir. Pantas saja saya merasa ada yang keliru. Meski, tentu saja, rambut saya bebas dari kutu.

Jadilah, seminggu kemarin saya digunduli.

Mutilasi rambut dimulai dengan penuh khidmad, pada mulanya. Diawali tekad baja dari rumah, hati saya tiba-tiba gentar sewaktu memasuki sebuah barbershop di kawasan dekat Taman Lalu Lintas, Bandung. Bagaimana tidak?! Sewaktu kaki melangkah masuk, saya tidak hanya disambut hembusan pendingin ruangan, tapi sapaan seorang makhluk manis bernama perempuan. Untuk sesaat saya hanya berdiri mematung, mungkinkah saya salah masuk salon?

Setelah melihat beberapa pelanggan lelaki mengantri, akhirnya saya sadar bahwa barbershop tersebut memang diperuntukkan khusus lelaki, tapi si tukang cukur adalah seorang cewek manis. Sendiri. Aih, malu untuk mengakui. Dalam hati, saya tidak jadi digunduli. Karena itu, sambil menunggu giliran, saya buka beberapa majalah.

Gaya rambut F4, Kangen Band atau Duran-Duran, ya?










Satu jam berlalu. Saat nyaris kesabaran habis, akhirnya tiba juga giliran saya. Saya berdiri dengan gagah. Dalam hati, gaya rambut Tony Leung dalam Infernal Affair menjadi pilihan pertama.

Kaki saya melangkah menuju kursi dengan dada berdebar, seperti terpidana mati menuju tempat duduk yang bisa disetrum. Satu, dua. Lalu tiba-tiba pintu barbershop terbuka dan seorang laki-laki masuk.

"Papa, lama sekali, sih."
"Tadi macet, Ma."

Lelaki itu beralih pada saya, mempersilakan duduk. "Mau dipotong gimana, Mas?"

Dipotong leher kambing!

"Gundul," jawab saya mantap.










“Just cause you wear sunglasses don’t mean you’re blind, ese…”